Sabtu, 21 Desember 2013

HAL TERBAIK YANG PERNAh DIKATAKAN IBU KEPADAKU




Hati seorang ibu adalah ruang kelas bagi anaknya.

Ketika usiaku sekitar dua belas tahun, Ibu menceritakan kecerdikanku saat aku masih berusia tiga tahun. Kenangannya, yang pasti sudah berubah dengan berlalunya waktu bertahun-tahun, melukiskan diriku sebagai anak prasekolah yang hebat. Bagiku, diriku yang sekarang lebih buruk dari pada sipemikat hati berambut emas yang dikenang ibu itu. Pada usia dua belas, aku masih belum bisa disebut remaja, dan aku merasa canggung karena menggunakan kacamata bergagang tebal dan rambut keriting buatan rumah (Waktu itu rambut keriting tidak populer).

Gadis-gadis lain di goda anak lelaki “bengal” di sekolah dan berkelompok-kelompok dengan riang. Semua kisah cintaku hanya khayalan dan jumlah teman ku sanagat sedikit. “Kapankah usia terbaiku?” tanyaku dengan agak ragu.
Ibu menatap ku dengan heran. “saat ini,” katanya. “kau sedang dalam usia terbaikmu.” Pada acara makan siang sehari sebelum hari wisuda ku di pergurun tinggi, Ibu mengatakan betapa cepatnya waktu berlalu. Rasanya baru sebulan yang lalu dia menjadi pembina brownie (pramuka putri), sementara aku seorang brownie. Di perguruan tinggi, aku tindak menjadi pemandu sorak. Gaya rambut yang populer sekarang adalah rambut sasak, tetapi rambutku yang tipis hanya di ekor kuda.
Hampir setiap malam diasrama, aku bertugas memencet bel kamar gadis-gadis lain ketika teman kencan mereka tiba. Aku tidak mengirimkan surat pendaftaran ke program S2 atau korps perdamaian. Kukatakan kepada ibu bahwa mungkin dia merindukan putri kecilnya.
“sama sekali tidak,” jawabnya tegas. ”kau sedang dalam usia terbaikmu.”
Tiga tahun kemudian, aku kembali tinggal bersama orangtua ku, kali ini ditambah dua bayi dikamar tamu. Aku menikah dengan pacarku semasa SMA, dan dia meninggalkan ku. Memang hanya selama dua bulan, sampai kami dapat bergabung dengannya di Jakarta, tetapi aku sibuk dengan popok, keringinan dan bedak bayi.
Mengurus dua bayi yang bangun subuh-subuh, memuntahkan buburnya lalu menggigit koran, kubuat rumah orang tuaku yang biasanya rapi menjadi kamar bayi yang berantka. Aku agak terlalu banyak makan, agak terlalu lama tidur, dan agak terlalu sering menggerutu. Dengana nada minta maaf kukatakan kepada ibuku bahwa aku yakin ibu akan gembira kalau keadaan rumahnya bisa normal kembali, kerepotan mengurus anak memang masih bisa dimaklumi, tapi aku sudah terlalu tua untuk menjadi anak nya.
“oh, sama sekali tidak,” katanya. ”ibu senang ada dua bayi mu, tapi kau sekarang sedang dalam usia terbaikmu.”
Tidak terasa, kedua “bayiku” sudah menjadi anak remaja dengan selera makan besar. Rumahku benar-banar tidak pernah bisa rapi, dan aku harus sering merencanakan makan malam pada jam 16:45 .”rambut keriting” akhirnya menjadi populer, tapi rambutku lurus seperti ijuk. Meskipun demikian, saat berkunjung diwaktu liburan, ibuku berkata, “kau sedang dalam usia terbaikmu.”
Minggu berikutnya, aku dan putra ku yang berusia enam belas tahun sedang berdiskusi. Meskipun sudah lupa topiknya, aku masih ingat bahwa diskusi itu agak sengit. Kami sering besdiskudi sejak berbeda pandangan tentang manfaat televisi, defenisi kamar yang rapi, dan apakah tangki bensin yang katanya sedikit dibawah batas seperempat penuh yang diisikannya untukku masih ada isinya atau sudah hampir habis.
 “kesal deh,” akhirnya dia berkata dengan jengkel. ”pasti ibu ingin aku  jadi anak umur dua tahun lagi supaya bisa disuruh-suruh.” Tapi, dengan menengadah dan meandangnya,  aku hanya terdiam sejenak berkata dengan jujur, ”tidak,sayang, dugaanmu benar-benar keliru. Saat ini, kau sedang dalam usia terbaikmu.”
Dan dengan kata-kata itu kuteruskan hadiah penerimaan, perasaan berharga dan dihargai, dan rasa aman kuserahkan kepadanya hadiah cinta dari ibuku.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar